Isyraf artinya melampaui batas. Dalam studi akhlak isyraf adalah melakukan sesuatu yang berlebihan dan melampaui batas-batas yang seharusnya. Orang yang berbuat isyraf disebut musyrif, musrifun atau musrifin.
Suatu hari Rasulullah saaw melewati Sa’d yang sedang berwudhu. Kemudian belaiau mengatakan kepadanya, ‘Mengapa kau berlebih-lebihan (dalam menggunakan air) wahai Sa’d? Sa’d kemudian bertanya, ‘Apakah ada sikap berlebih-lebihan dalam berwudhu?’ Nabi saaw menjawab, ‘Ya, sekalipun kau berada di dekat sungai.’
Isyraf termasuk perilaku tercela, yang mendatangkan kerugian bagi diri pribadi dan kehidupan masyarakat. Isyraf juga dapat terjadi pada perbuiatan yg dihalalkan Allah swt, sebagaiman disebutkan al-Quran : “…makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. al-An’am : 141)
Seseorang bertanya kepada Imam Ja’far Shadiq tentang membelanjakan harta di jalan yang halal, apakah bisa dihinggapi sifat berlebih-lebihan? Imam Ja’far Shadiq menjawab, ‘Ya, hal itu bisa menimbulkan berlebih-lebihan. Orang yang memberi zakat dan menyedekahkan harta bendanya secara berlebihan, dan tidak menyisakan sesuatu pun untuk dirinya sendiri, berarti telah berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta di jalan yang halal.’
Perbuatan yang berlebihan (isyraf) dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, Isyraf dapat terjadi pada kebutuhan-kebutuhan sehari-hari yang primer seperti saat makan, minum, atau berpakaian : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raf : 31)
Begitu pula, sikap berlebihan dapat terjadi dalam pelaksanaan hukum atau keputusan pengadilan, di mana keputusan mengandung kepalsuan dan kedustaan (lihat Q.S. Ghafir : 28) Kadangkala, berlebih-lebihan juga terjadi dalam konteks kepercayaan, yang membawa pada keraguan (lihat Q.S. Ghafir : 34). Dan adakalanya sikap berlebihan digunakan dalam pengertian mengunggulkan diri, arogansi, dan eksploitasi (lihat Q.S. ad-Dukhan : 31) Kemudian, isyraf juga digunakan untuk menyebut dosa dan kesalahan apapun bentuknya (Q.S. az-Zumar ayat 53).
Dengan memperhatikan ayat-ayat di atas, jelaslah bahwa sikap dan tindakan berlebih-lebihan adalah sejenis kerusakan, baik kerusakan diri maupun kerusakan (kerugian) harta. Untuk itu, sebagai umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulullah saaw, maka kita dilarang untuk bertindak secara berlebih-lebihan.
Islam adalah agama pertengahan, maka kita juga diperintahkan untuk bersikap pertengahan (moderat) atau hidup sederhana. Hidup sederhana, bukanlah hidup dengan kekurangan, tetapi hidup sesuai kebutuhan. Di antara cara hidup moderat (pertengahan) agar terhindar dari sifat isyraf adalah dengan cara mengurangi keinginan-keinginan kita terhadap benda-benda yang tidak menjadi kebutuhan penting. Kemudian, menyadari kerugian-kerugian isyraf bagi diri dan keluarga kita, serta kehidupan sosial kemasyarakatan.
Sadarilah, disaat kita makan dan berpakaian dengan berlebihan, maka di sisi lain ada orang-orang yang kurang makan, kurang gizi, dan mati kelaparan, serta tidak dapat berpakaian selayaknya. Karena itu, hiduplah dengan perencanaan untuk masa depan dan berhematlah. Artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Q.S. Al-Furqan/25 : 67). wallahu a’lam (CaRe, 10 Ramadhan 1430 H)