HORMATILAH ORANG YANG TIDAK BERPUASA..!
Oleh : Candiki Repantu
Allah berfirman : "BulanRamadhan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia danpenjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak danyang batil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempattinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, danBarangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblahbaginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yanglain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaranbagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamumengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamubersyukur." (Q.S. al-Baqarah : 185)
------------------
Sepuluh tahun belakangan ini, bisa dikatakan nyaris tidak ada puasa saya yang genap satu bulan penuh di bulan ramadhan. Selalu ada saja halangan yg 'memaksa' saya utk tidak berpuasa. Umumnya dikarenakan musafir alias bepergian ke beberapa daerah atas undangan untuk silaturrahmi. Dan dalam keadaan musafir itu mengharuskan saya utk berbuka atau tidak puasa dan menggantinya (qadha) di hari lainnya sesuai dengan firman Allah swt di atas yang mengatakan "Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa),sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain." (Q.S.al-Baqarah : 185)
Hanya saja salah satu kesulitan saya dalam kondisi seperti itu adalah mencari makanan sebab umumnya warung-warung tutup dan kalaupun buka biasanya cukup tersembunyi dan ditutupi kain warna-warni, yang orang-orang di dalamnya hanya diketahui melalui ujung-ujung kaki. Mengapa? Karena ada anjuran pemerintah daerah untuk menghormati orang yang berpuasa dan adanya 'kecaman' sosial yg membuka warung-warung nasi.
Jelas, puasa adalah kewajiban bagi seseorang yang memenuhi syarat-syaratnya diantaranya adalah baligh, berakal sehat, dalam keadaan suci (tidak sedang haid dan nifas), puasa tidakmembahayakan dirinya (sehat), dan menetap alias tidak musafir. Itu berarti bagi mereka yg tidak memenuhi syarat-syarat tersebut maka puasa adalah terlarang bagi mereka. Dengan merujuk hal tersebut, maka orang yang tidak berpuasa berada pada posisi yang dengan orang yang berpuasa, yakni sama-sama dalam taat dan mengamalkan perintah Allah swt. Orang yg memenuhi syarat maka ia berpuasa sesuai perintah Allah swt , begitu pula orang yang tidak berpuasa (karena uzur syar'i atau tidak memenuhi syarat) juga sedang melaksanakan perintah Allah swt. Lalu mengapa kita hanya menghormati orang yang berpuasa dan kurang menghormati org yg tidak berpuasa?
Bukankah orang yang musafir, orang sakit, orang yg lagi haid dan nifas, atau orang yang lagi hamil dan menyusui, orang-orang tua yang tak mampu berpuasa, serta lainnya yang dikarenakan alasan-alasan syar'i tidak melaksanakan puasa adalah orang-orang yang beriman pada perintah Allah swt, bahkan Rasul saaw pernah bersabda yg maknanya kira-kira bahwa orang yang tidak berpuasa pd saat musafir itu lebih baik karena itu merupakan sedekah Allah swt, dan tentunya kita tidak layak menolak sedekah Allah swt.
Saya teringat bulan ramadhan yang lalu, mendapat undangan ke suatu daerah dimana ada komunitas masyarakat dan pengajian yang di asuh oleh seorang ustadz atau syeikh thariqat. Saat itu saya dan beberapa teman berangkat bersama seorang Sayid yang menimba ilmu dari Timur Tengah yang meluangkan waktunya untuk dakwah di Medan. Kami pun berangkat dari Medan menuju daerah yang syeikh thariqah tersebut. Sesampainya di sana telah banyak masyarakat berkumpul di balai pengajian thariqah. Maka kami pun bersilaturrahmi dengan masyarakat dan sang Sayid yg datang dari Timur Tengah menyampikan pengajian yang dilanjutkan dengan tanya jawab. Pengajian pun selesai sekitar siang hari menjelang sore. Setelah pengajian selesai, ibu-ibu setempat pun kemudian di perintahkan sang syeikh thariqat untuk menyediakan hidangan. Maka, berbagai macam makanan diletakkan di hapan kami. Kami sedikit terkejut melihat hal itu, kami pun menanyakan pada syeikh thariqah tersebut. Maka sang syeikh menjawab sambil tersenyum, "Bukankah Sayid dan rombongan sedang tidak berpuasa karena musafir, makanya kami sengaja menyediakan hidangan sebagai penghormatan bagi yang tidak berpuasa. Adapun kami tetap berpuasa, karena kami bukan musafir. Silahkan di cicipi tanpa sungkan-sungkan, karena orang-orang di sini sudah paham seputar hukum-hukum puasa."
Dengan hati lega kamipun menyantap makanan yang dihidangkan tanpa malu-malu dan tanpa sembunyi-sembunyi. Di dalam hati saya berkata, "jika di luar mungkin kami makan sambil sembunyi-sembunyi dan hanya menunjukkan ujung kaki, maka kami di sini bisa makan di depan komunitas kaum muslimin sambil menusuk gigi karena ada daging yang menyangkutdi ujung gigi. Ternyata, betapa indahnya jika kita saling menghorati keragaman pemahaman. Tidak hanya orang yang berpuasa yang harus dihormati karena dianggap sedang melaksanakan perintah Allah swt, orang yang tak berpuasa pun layakmendapat penghormatan, karena mereka juga sedang mentaati perintah Allah swt." Terngiang kembali ucapan sang Syeikh Thariqah tersebtu, "kami sengaja menyediakan hidangan sebagai penghormatan bagi yang tidak berpuasa." Wallahu a'lam. (5 Ramadhan 1431 H)
izin share ustad
BalasHapus